Rabu, 06 April 2011

Merekonstruksi Akuntansi Berkeadaban

Merekontruksi Akuntansi Berkeadaban
Taufan Maulamin, SE, Akt, MM*

Mukaddimah
Dengan munculnya kajian ekonomi Islam, penerapan, serta lembaga bisnis Islam maka muncul pula kebutuhan akan akuntansi Islam. Nah apakah ada akuntasi Islam itu ataukah hanya bentuk dan prinsip akuntasi konvensional yang disesuaikan disana sini sehingga disebut akuntasi Islam?. Jika ada apa beda keduanya? Topik inilah yang menjadi bahasan makalah ini.

Fungsi Sentral dari Profesi Akuntan
         Secara normatif Akuntasi memiliki peranan yang sangat sentral dan luhur dalam membantu lancarnya kegiatan ekonomi dan penciptaan kesejahteraan sosial. Akuntasi membantu pihak yang tidak bisa akses langsung pada kegiatan operasional entitas untuk mengetahui informasi mengenai aspek ekonomis yang dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan misalnya dalam hal pemberian kredit, pilihan investasi atau hal lainnya ( Trueblood Committee, AICPA, 1974, APB statement No. 4, AICPA, 1970 ). Dalam proses pengambilan keputusan kualitas informasi ini harus akurat, benar, jujur, dan relevan. Jika informasi salah maka keputusan dapat dipastikan akan salah juga.

         Untuk itulah maka dalam proses akuntansi penyajian laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen selaku pemegang amanah yang juga diharapkan memiliki etika dan moral yang baik. Karena pentingnya kualitas informasi ini maka masyarakat membutuhkan profesi khusus untuk memeriksa kebenaran informasi yang disajikan itu agar pembaca tidak dirugikan. Itulah yang kita kenal dengan proesi Akuntan Publik. Bambang Sudibyo ( 2001 ) bahkan menilai bahwa auditor selaku pemeriksa Laporan Keuangan itu memiliki social contract  dengan masyarakat untuk menjaga kepentinagnnya dari berbagai tindakan yang merugikannya. Untuk itulah maka Manajemen dan Auditor harus memiliki integritas dan kualitas pribadi yang kukuh dan memiliki etika yang dapat menjaga kepentingan publik. Menurut para filosof teori kontrak sosial kegagalan yang terus menerus untuk memenuhi kontrak sosial itu lambat atau cepat akan menimbulkan dicabutnya hak hidup profesi itu melalui proses sosial yang akan menyakitkan profesi ( Sudibyo, 2001 ). Proses ini sedang berlangsung jika pemerintah dan profesi tidak melakukan perbaikan – perbaikan.

1. Akuntansi dan ”Economic Animal”
         Akuntansi dengan bantuan ilmu pengetahuan memiliki kekuatan nyata untuk menciptakan tatanan sosial dan ekonomi yang disebut masyarakat kapitalis ( Triyuwono, 2000 ). Ilmu pengetahuan, kapitalisme dan teknologi marupakan tiga pilar yang membawa perubahan radikal dalam kemajuan material masyarakat dunia sebagaimana yang kita nikmati saat ini. Akuntansi merupakan informasi angka atau kuantitatif yang dapat mempengaruhi prilaku individu dan sosial. Angka sudah menjadi alat penting dalam kehidupan manusia, Phytagoras misalnya mengemukakan : ” Segala sesuatu yang ada dapat diterangkan atas dasar angka, bilangan”. Akuntansi memberikan informasi tentang uang, angka atau bilangan yang dapat mempengaruhi prilaku manajemen dan pemakainya, sehingga Somersat Maugham menilai :
” Uang adalah indera ke enam, tanpa uang anda tidak dapat menikmati kelima indera yang lain. Tidak mempunyai uang adalah suatu cara untuk mati”. ( Bahm, 2003: 93 )

Kemudian argumen ini dalam teori akuntansi disebut sebagai tesis Sombartt ( Riahi-Belkaoui, 2000: 12 ) dia menyatakan :

”Transformasi kekayaan menjadi nilai abstrak dan dalam bentuk angka yang menggambarkan hasil perusahaan dari sistem tata buku berpasangan menjadikan para pengusaha mampu merencanakan, melaksanakan, mengukur pengaruh kegiatannya dan kemudian pemisahan milik sendiri dan perusahaan dapat menilai perkembangan perusahaan”.

         Kata orang Medan ”hepeng do na mangatur negara on” uang yang mengatur segalanya. Laporan keuangan disusun oleh manajemen yang dianggap sebagai orang jujur, disusun berdasarkan standar akuntansi melalui proses yang telah disepakati, kemudian diaudit oleh orang yang memiliki kualifikasi khusus dan memiliki etika profesi. Laporan keuangan ini juga dibaca oleh analis yang sudah memahami akuntansi. Menurut proses ini  pertahanan berlapis cukup banyak namun kenyataannya imej akuntansi masih terus ternoda bahkan ada kecenderungan semakin lama semakin ternoda. Profesi akuntansi dinilai telah ikut melakukan upaya yang merugikan masyarakat melalui fungsi yang dimilikinya. Laporan keuangan yang diaudit dan disaksikan kebenarannya sebagian ternyata yang terjadi adalah yang sebaliknya. Laporan keuangan yang dinyatakan memiliki posisi keuangan baik ternyata beberapa hari kemudian bisa dinyatakan bangkrut. Bahkan dalam berbagai kasus baik internasional maupun nasional, praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) justru dijustifikasi oleh pekerjaan akuntan dari berbagai laporan dan hasil audit yang dilakukannya.
         Keadaan ini bisa terjadi antara lain disebabkan oleh karena lemahnya komitmen etika para akuntan, manajemen, analis dalam melaksanakan profesinya atau karena sifat idiologi kapitalisme yang mendasari profesi akuntan manajemen itu sendiri. Kemajuan material yang diciptakan melalui kegiatan ekonomi dan bisnis berdasarkan idiologi kapitalisme itu ternyata juga menjauhkan manusia dari hal-hal yang berbasis nilai dan abstrak. Masyarakat menjadi tergiur dengan kenikmatan materi sehingga melupakan hal-hal yang transedental, nilai-nilai moral, ukuran baik dan buruk, benar dan salah yang merupakan bidang etika dan agama. Etika dan agama menjadi sekunder bahkan ditempatkan dilemari dan disimpan dan hanya dipakai pada saat peristiwa kelahiran, pernikahan dan kematian. Akhirat pun dilupakan pertanggungjawaban pun dimanipulasi, keberadaan akhirat tidak diyakini dan akhirnya Tuhan pun dianggap sudah mati atau minimal sudah saatnya istirahat karena manusia dianggapnya sudah mampu hidup dengan kemampuan sendiri.
          Menurut penulis etika dan idiologi kapitalisme merupakan dua hal yang berseberangan, bukan saling mendukung. Keduanya seperti air dengan minyak. Satu pihak membuat ukuran baik dan buruk sedangkan pihak lain tidak memiliki nilai baik buruk. Yang ada hanya bagaimana supaya kekayaan dan keuntungan yang diperolehnya lebih besar dan tidak perlu dipertanyakan apakah dalam proses mendapakannya dilakukan dengan halal atau haram seperti menurut kriteria agama. Oleh karena itu kita tidak heran bahwa sering disebutkan bahwa akuntansi sebagai bagian dari alat membantu mendapatkan harta dan keuntungan material adalah bebas nilai dalam arti tidak menenal baik dan buruk. Bahkan menurut Milton Friedman & Friedman (1979) sepanjang suatu entitas bisnis mampu memberikan keuntungan dengan cara yang ditempuhnya maka dapat dikatakan lembaga itu telah memenuhi tanggungjawab sosialnya. Tidak perlu dinilai apakah entitas itu menerapkan nilai etika atau tidak.
          Akuntansi konvensional sebagai bagian dari idiologi kapitalisme yang lahir dari struktur dan format kapitalis adalah merupakan alat dan perangkat ilmu, teknik atau professi yang menopang idiologi kapitalisme. Akuntansi memberikan informasi untuk membantu kapitalis berapa jumlah kekaaannya berapa pertambahannya, bagaimana sebaiknya kekayaannya dimana, diakumulasi dengan intelektual mencoba merumuskan berbagai formula, indicator dan bahasa untuk mengakumulasi kekayaan tadi dalam dirinya dengan berbagai cara yang dimungkinkan tentu sesuai dan dalam batas batas UU dan peraturan yang dibuat berkolaborasi dengan elite politik. Akuntansi dan kapitalisme adalah seperti ranting dan cabang keduanya saling mendukung untuk mengumpulkannya kekayaan dalam diri kapitalis.
        Keadaan dunia yang semakin diwarnai ketidaknyamanan, ketidakadilan, banyaknya ketimpangan sosial, degradasi alam, mundurnya etika dan moral, gap yang melebar antara kaya miskin, semakin banyaknya kemiskinan dan sebagainya menyebabkan berbagai pihak seperti neososialis, humanis, kaum agamawan, Islam mencoba membeberkan berbagai permasalahan yang terkandung dalam kapitalisme dan juga akuntansi kapitalisme ini.

2.Dekadensi Moral & Skandal Korporasi.
          Berbagai skandal korporsi baik diluar negeri maupun di Indonesia sedikit banyaknya ada kontribusi akuntan di dalamnya. Akuntan sebagai pemegang profesi akuntan berfungsi sebagai pihak yang menyediakan, mengaudit dan menjaga kredibilitas informasi keuangan.
        Belakangan ini professi akuntan menjadi sorotan tertama karena munculnya skandal korporasi di Amerika yang bermuara pada kasus Enron Corporation dan runtuhnya kantor akuntan publik nomor satu dunia Arthur Anderson. Pemerintah Amerika merespons situasi ini dengan menertibkan Public Company Acccounting Reform and Investor Protection atau dikenal dengan nama Saarbones Oxley Act 2002.
         Di Indonesia situasi ini direspon dengan berbagai upaya untuk meningkatkan integritas dan martabat akuntan publik antara lain dengan peningkatan pelaksanaan kode etik, pendidikan berkelanjutan, peer review, dan pengawasan pemerintah melalui Departemen Keuangan. Departemen Keuangan sampai tahun 2004 telah memeriksa 45 Akuntan Publik dan ternyata ditemukan berbagai kelemahan dalam penerapan standar professional Akuntan Publik untuk itu telah dilakukan sanksi peringatan 27%  sanksi pembekuan izin 11% dan pencabutan izin 2%. Dan saat ini sedang diupayakan perumusan UU tentang Akuntan Publik yang sedang dipersiapkan masuk parlemen.
         Skandal koroporasi ini sebenarnya bukan hal yang baru. Sejarah menunjukan bahwa manusia dengan segala kemajuan dan perangkat sosial yang dimilikinya sudah didesain untuk menghindari kemungkinan skandal itu. Di negara modern khususnya di dalam sivilisasi Barat yang dikuasai oleh ”agama” kapitalisme alat pencegahnya adalah adanya kontrak entitas, etika dan kontrak sosial dengan masyarakat. Kontrak sosial ini biasanya diwakili oleh sistem hukum, penegakan hukum, kebiasaan dan etika dan moralitas. Namun dari berbagai peristiwa sejarah koroporasi di Amerika dan sampai pada skandal korporasi belakang ini dapat kita simpulkan bahwa serapi apapun hukum, penegakkan hukum dan etika yang dimiliki ternyata tidak mampu menutup semua kemungkinan skandal atau tindakan korupsi dan penyalahgunaan wewenang lainnya.
          Beberapa fenomena yang terjadi belakangan ini termasuk anekdot diatas menunjukan semakin mengkristalnya ketidakpuasan terhadap profesi akuntan. Dengan bangkrutnya Enron Corporation maka sorotan publik mengarah kepada professi akuntan disamping budaya perusahaan (Kapitalis) modern. Salah seorang manajemen puncak telah bunuh diri, akuntan Arthur Anderson yang bertugas di perusahaan tersebut telah dipecat dan kantor akuntan Arthur Anderson menjadi tudingan. Kerugian Investor yang disebabkan ”accounting (audit) failure” ditaksir telah mencapai Rp. 2000 trilyun pada 6 tahun terakhir ini (Bussiness week, january 28, 2002). Menurut catatan business week beberapa kasus sejak 1995, akibat kegagalan akuntansi adalah   :
Tabel 1
Kasus Kegagalan Akuntansi 1995-2002
No
Perusahaan
Kecurangan
Denda KAP
1
Baush and Lomb (1995)
Laba Fiktif Rp. 176 M
Dituntut Rp. 420 M
2
Rite Aid (Nov 11, (1999)
Laba Fiktif Rp. 10 T

3
Cendant (Des 7, 1999)
Rp. 5 Trilyun Kecurangan Akuntansi
Ganti Rugi sebesar Rp. 3,35 Trilyun
4
Sunbean (May, 15, 2001)
Kecurangan
Denda Rp. 1,1 Trilyun
5
Waste Management (2001)
Laba Overstated
Rp. 70 M ke SEC; persero Rp. 2,29 Trilyun
6
Superior Bank (2001)
Overstated Aktiva

7
Dollar General (2002)
Kecurangan
Denda Rp. 1,62 Trilyun

Dan daftar ini tentu semakin banyak lagi jika dimasukkan daftar di negara lain dan kasus-kasus yang belum terungkap lainnya.

Berdasarkan data dari Interner Crime Complaint Center (USA) jumlah pengaduan Internet Fraud sejak tahun 2000-2004 adalah sebagai berikut  :

Tahun
Jumlah Complain
Growth
2000
6.087
-
2002
48.252
693 %
2004
207.449
1109 %
           
· Periode May – Nov
Sumber : Business Week June 6, 2005 Halaman 53

          Fraud atau kecurangan adalah tindakan kriminal. Banyak tindakan fraud yang dilakukan korporasi maupun fraud yang melibatkan akuntan khususnya melalui laporan keuangan. Paling tidak di USA pada tahun 1976 embezzlement atau penggunaan uang atau kekayaang yang dipercayakan kepada seseorang secara tidak tepat yang ditangkap berjumlah 10.000 sedangkan Fraud atau mendapat uang atau kekayaan melalui pemalsuan, pencurian, menulis cek, tidak membayar, memalsukan form dan lain-lain, berjumlah 199.300 dan pada tahun 1986 masing-masing Embazzlement dan Fraud menjadi 12.600 dan 349.300 kasus. Suatu peningkatan yang cukup besar. Kecurangan ini merupakan white collar crime yang dilakukan oknum akuntan atau akibat kegagalan audit yang dilakukan oleh Akuntan. Publik menganggap meningkatnya kecurangan ini tidak lepas dari kegagalan professi akuntan. Bahkan di tanah ait akuntan sering juga dicap ”tukang angka” yang bisa menentukan jumlah laba aau rugi perusahaan. Kasus faktual telah banyak terjadi mendukung anggapan ini, sehingga akuntan berada diambang krisis. Krisis kepercayaan dari publik.

3. Krisis Akuntansi
        Fenomena dalam professi akuntansi ada anda tanda bahwa profesi ini sedang mengalami krisis. Belkaoui (1989) menulis buku dengan judul : ”The Coming Crisis in Accounting”  buku ini membahas krisis akuntansi yang mungkin muncu; dari kecurangan dalam lingkungan akuntasi salah satu penyebabnya adalah : banyak tindakan Fraud yang dilakukan korporasi maupun fraud  yang melibatkan akuntan khususnya melalui laporan keuangan. Kecurangan ini merupakan white collar crime yang dilakukan oknum akuntan atau akibat kegagalan audit yang dilakukan oleh akuntan.
        Problema produksi ilmu pengetahuan dalam akuntansi. Ilmu pengetahuan paling tidak saat ini lahir dari proses akademik sedangkan akuntansi adalah kebutuhan profesi yang berkembang secara praktik dalam dunia bisnis. Sering terjadi antara hasil proses ilmu pengetahuan dari proses akademik sering tidak ”match” tidak sesuai dengan keinginan atau kebutuhan dunia praktek sehingga terjadi gap antara dunia akademis dengan dunia professi.
         Salah seorang yang sangat kritis melihat peranan. Baruch Lev (Harahap, 2001) dari New York University mengatakan bahwa akuntansi ini adalah bagian dari ekonomi lama bahkan bagian dari Luca Picioli era 1400 an. Menurut Lev akuntan bukan ”a good eyesight”. Lensa lama tidak akan bisa melihat situasi ekonomi baru. Apalagi jika ingin melaporkan hal-hal yang berkaitan dengan aktiva tidak brwujud yang marak saat ini seperti : kekayaan berupa ide, merek, cara kerja, goodwill, franchises. Pegawai tidak mengetahui secara akurat berapa sebenarnya kontribusi mereka terhadap perusahaan.

         Albrecht dan Sack (2000) melakukan penelitian yang sangat intens tentang nasib pendidikan akuntansi di USA dan mereka menyimpulkan bahwa professi ini tengah mengalami bahaya disebabkan 3 faktor (hal1):

1.  Jumlah dan kualitas mahasiswa yang memilih jurusan akuntansi menurun secara    drastis. Mereka menganggap professi ini tidak bernilai tinggi dalam bekerja di dunia bisnis.
2.   Praktisi dan akademisi akuntansi yang ingin melanjutkan studi memilih jurusan yang     bukan akuntansi.
3.  Tokoh akuntan dan praktisinya menyatakan bahwa pendidikan akuntansi yang          sekarang sudah kuno, rusak dan perlu dirubah secara signifikan.

          Memang situasi ini belum memasuki professi di Tanah Air tetapi biasanya gelombangnya akan merambah praktisi di negara lain karena sektor ekonomi dan bisnis dikuasai oleh Amerika.
          Menurut Bazerman (2002) akuntan itu memiliki unconscious bias, sesuatu bisa terjadi tanpa disadari disebabkan adanya ”self serving bias”. Self serving bias ini muncul disebabkan 6 faktor psikis : (1) ambiguity dari ilmu akuntansi karena banyaknya persoalan yang memerlukan pertimbangan dan kebijakan subjektif. (2) attachement, terhadap kepentingan nasabah karena akuntan ditunjuk dan dibayar oleh perusahaan (3) Approval, dimana akuntan selalu cenderung menerima dan menyetujui judgment perusahaan (4) Familiarty merupakan sifat dimana kita lebih mengutamakan membela kenalan daripada orang asing yang belum dikenal. (5) Discounting dimana orang cenderung merespons akibat yang akan muncul segera dan menunda risiko yang masih lama (6) Escalation merupakan kecenderungan untuk menyembunyikan atau mengabaikan hal-hal yang bersifat minor. Auditor pada akhirnya ikut menerima laporan keuangan yang disusun oleh manajemen perusahaan.

4.Akuntansi Islam
            Agama khususnya Islam datang dengan sistem nilai yang komprehensif dan terpadu yang berbeda dari agama, keyakinan atau konsep lain seperti ”agama kapitalis”. Dia bukan hanya mengatur urusan dunia tapi juga jauh kedepan urusan masa depan yang kita semua terpaksa akan menuju kesana yaitu akhiran yaitu hari pengadilan. Islam juga mengatur tentang aspek dan nilai dari professi akuntan. Islam menginginkan agar akuntansi tidak hanya memikirkan kepentingan kapitalis saja, tidak juga hanya berfikir dunia, tetapi dia juga harus bisa menghantarkan semua pihak baik manajemen, karyawan, investor, analis dan akuntan menuju keselamatan dan kemenangan dunia dan kairat (alfalaah). Menurut ”teori colonial modelnya” Gambling dan Karim, jika berbeda filosofinya maka berbedalah tekniknya. Islam dan kapitalis memiliki perbeda filosofi maka sudah dapat dipastikan bahwa akuntansinya juga berbeda. Akuntansi itu saat ini yang sudah mulai berkembang dan dipraktekkan di berbagai lembaga bisnis Islami. Itulah yang kita namakan Akuntansi Islam. Memang wujudnya dalam bentuk yang lengkap seperti kerangka Akuntansi Konvensional belum terwujud, perumusan teori dan konsep akuntansi Islam masih dalam proses.
            Akuntansi Islam didasarkan pada filosofi Islam yang tertuang dalam Alquran dan Hadist dan telah berhasil diimplementasikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam era kepemimpinannya dan berhasil menciptakan masyarakat sejahtera berbahagia dunia dan akhirat. Perbedaan antara akuntansi Islam dan Konvensional pasti ada karena keduanya memiliki dasar Filosofi yang berbeda. Islam memiliki wordview yang dibimbing Allah SWT sedangkan Kapitalis membawa wordview yang didasarkan pada pemikiran manusia dikomandoi oleh rasio, nafsu yang biasanya dikendalaikan oleh syetan atau bahasa Alqurannya ”thoghut”. Perbedaan keduannya bisa dilihat dari beberapa sudut dan level: Level filosofi, Konsep/prinsip/ dan teknik. Luas perbedaannya dapat dilihat dari table sebagai berikut  :
Level
Aspek
Perbedaan
I
Filosofi
Sangat Berbeda
II
Konsep/Prinsip
Berbeda
II
Teknik
Banyak Persamaan
Perbedaan lain dibuat oleh Haniffa dan Hudaib seperti terlampir.

5. Kesimpulan
         Dari beberapa sudut pandang, sangat kuat dalil yang menyatakan bahwa Akuntansi Islam itu ada dan berbeda dari Akuntansi Konvensional. Perbedaan keduanya ada yang mendasar dan ada yang hanya dari segi tekniknya. Sehingga nanti bisa saja berbeda tujuan laporan keuangan, prinsipnya dan juga bentuk laporan keuangannya. Bisa berbeda dari pengakuan (recognition), pengukuran (pengukuran), penyajian (disclosure) dan sebagainya. Namun untuk sampai pada struktur dan bangun teori ang lengkap masih panjang jalan yang akan dilalui : Tugas kita semua untuk ikut meneliti dan mempelajarinya.
         Situasi profesi baik ditingkat Internasional dan nasional menunjukan betapa pentingnya etika dalam professi akuntan yang merupakan professi kepercayaan masyarakat ini. Tanpa ruh etika dalam diri akuntan maka akan menimbulkan bencana besar bagi ekonomi dan kemanusiaan. Menurut penulis Etika professi harus mengacu pada ketuhanan bukan lepas seperti halnya faham sekuler. Etika yang diperkuat oleh keyakinan kepada agama dan Tuhan diharapkan agar tingkat moralitas seorang manusia akan semakin tinggi berlapis. Hal ini diharapkan agar tingkap moralitas seorang manusia akan semakin tinggi berlapis. Hal ini diharapkan agar kemampuan manusia menjaga integritas pribadi dan professinya semakin kuat. Akuntansi yang selama ini hanya berdasar pada etika sekulat ternyata tidak mampu manahan kerakusan ego dan individe yang ingin mencapai kepuasan material yang tak terbatas itu. Akuntansi Islam ternyata tidak hanya mencatat aspek uang saja tetapi juga aspek amal yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap transaksi uang.
          Kita wajib menjaga agar professi akuntan di Tanah Air ini tetap terjaga eksistensinya, mutunya, pelayanannya dan menjaga kepentingan masyarakat dengan membungkusnya  dengan nilai etika yang kokoh, sehingga keberadaan professi ini tidak hanya untuk kepentingan orang seorang apalagi kepentingan kapitalis. Dengan upaya inilah kita dapat memelihara eksistensi professi dan memelihara keamanan sistem ekonomi dan sosial dalam masyarakat kita. Jika ini bisa kita laksanakan maka kontrak sosial yang tidak tertulis antara professi akuntan dengan masyarakat akan tetap terjaga dan tidak akan runtuh dengan ulah mereka yang tidak memiliki etika dan tidak menghargai dan memelihara eksistensi dan ruh etika ini dalam professi kita. Dan professi ini akan membawa kita ke Surga bukan sebaliknya membawa kita ke neraka. Itu yang akan ditawarkan Akuntansi Islam.
 
*) Disampaikan dalam Seminar ISEF FE Unsri Tanggal 16 Juli 2010 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar