Rabu, 06 April 2011

Membangun Peradaban dengan Islamisasi Ilmu Ekonomi

Membangun Peradaban dengan Islamisasi Ilmu Ekonomi  
Oleh : Mu’izzuddin 
(Mahasiswa Berprestasi UNSRI 2009 Mahasiswa Terbaik Se-Sumatera Versi MITI Tahun 2008)

Muqaddimah

Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini terjadi begitu cepat, akan tetapi cepatnya perkembangan tersebut didominasi oleh Barat, bukan kaum muslimin. Ilmu pengetahuan seolah menjadi suatu senjata yang tangguh dalam menaklukkan alam semesta, begitulah sekilas betapa ilmu pengetahuan menjadi suatu hal yang strategis.
Dalam Islam, ilmu merupakan perkara yang amat penting dan bahkan memiliki posisi yang cukup tinggi, ayat Al-Qur’an yang pertama diturunkan pun berkaitan dengan ilmu. Posisi yang cukup tinggi inilah yang kemudian melahirkan kesadaran intelektual muslim dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan yang kemudian sering diwacanakan dengan istilah islamisasi pengetahuan (Islamiyyat Al-Ma’rifat). Kesadaran tersebut menjadi suatu hal yang penting, karena sesungguhnya pilar sebuah peradaban modern adalah ilmu pengetahuan.

 Definisi Islamisasi Ilmu Pengetahuan ; Sebuah Study Pustaka

Mengenai pemaknaan Islamisasi pengetahuan sampai sekarang masih dalam perdebatan, tokoh-tokoh yang memiliki pandangan yang berbeda tentang Islamisasi pengetahuan ini dapat diwakili oleh Islamil Raji al Faruqi, Ziauddin sardar, Pervez Hoodbhoy, Fazlur Rahman.
Al Faruqi menyatakan bahwa pengetahuan modern menyebabkan adanya pertentangan wahyu dan akan dalam diri umat Islam, memisahkan pemikiran dari aksi, serta adanya dualisme kultural dan religius. Karena itu diperlukan Islamisasi ilmu dan upaya itu harus beranjak dari tauhid. Ilmu pengetahuan Islami selalu menekankan adanya kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran dan pengetahuan serta kesatuan hidup.
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa islamisasi ilmu pengetahuan yaitu suatu upaya yang dilakukan agar ilmu pengetahuan yang diterapkan mampu memiliki nilai, nilai tersebut yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi kehidupan umat manusia. Ilmu pengetahuan itu kemudian mampu mewujudkan kemaslahatn dalam kehidupan sehari-hari baik secara langsung maupun tidak.

Islamisasi Ilmu Ekonomi

Dalam wawancara yang dilakukan oleh majalah Islamia, Ugi Suharto mengatakan bahwa ekonomi Islam harus berbasis epistemologi (paham ilmu) Islam. Karena hal ini berhubungan dengan worldview (pandangan hidup) Islam itu sendiri yang tidak bisa diganggu gugat.
Hal ini sejalan apa yang diungkapkan oleh Aslam haneef Dalam sebuah artikelnya, dia percaya bahwa ekonomi Islam perlu dikembangkan, dilaksanakan dan di evaluasi melalui konsep-konsep, ukuran dan standar sebagai produk “famework islami (cara pandang/manhaj islami)” yang melibatkan worldview dan filsafat islam yang berdasarkan worldview islam. Sehingga dalam islamisasi ilmu ekonomi tidak hanya sebatas tambal sulam atau  mengubah ilmu ekonomi modern secara kosmetis saja. Untuk itu pemahaman tentang epistemologi Islam sangat penting sekali dalam pengembangan ekonomi islam.
Sebagai pandangan hidup yang memiliki karakateristik, worldview Islam sangat berbeda dengan worldview dunia barat. Diantara karakteristik yang membedakan antara makna pandangan hidup islam dan barat adalah spektrum maknanya. Makna worldview dalam studi keagamaan modern, misalnya hanya terbatas pada agama dan ideologi termasuk di dalammnya ideologi sekuler, namun dalam Islam makna worldview menjangkau makna pandangan Islam terhadap hakekat kebenaran tentang alam semesata (ru’yatul islam lil wujuh)  tidak terbatas pada pandangan akal pada dunia fisik saja tetapi juga mencakup aspek dunia dan akherat, dimana aspek dunia terkait erat dengan akherat, yang mana aspek akherat sebagai tujuan akhir.
Apapun cara dan langkah serta pemahaman tentang Islamisasi ilmu pengetahuan, yang jelas yang diinginkan bersama adalah bahwa umat Islam dapat menguasai ilmu pengetahuan sehingga dengan itu dapat lebih mensejahterakan umat dan menggunakan ilmu pengetahuan untuk kepenitngan kebaikan dan kebahagian umat manusia.

Membangun Peradaban dengan Ekonomi Islam
            Setelah pembahasan tentang Islamisasi ekonomi, maka kemudian menjadi penting untuk menganalisis relevansi Islamisasi atau penerapan ekonomi Islam dengan membangun kembali peradaban.
            Islamisasi atau penerapan sistem ekonomi yang berbasiskan pada Islam menjadi suatu hal yang patut menjadi perhatian, hal ini menjadi penting karena aspek ekonomi merupakan aspek yang strategis dalam kehidupan manusia.
            Ekonomi Islam pun bukan pertengahan akomodasi dari sitem kapitalisme dan sosialis, karena dalam sistem ekonomi Islam itu memiliki karakteristik tersendiri, ataun pun ketika terdapat persamaan maka hal itu hanya pada tataran mekanisme saja.
            Pemikiran tentang sistem ekonomi Islam oleh para sarjana muslim berlangsung gemilang dan redup seiring dengan kemerosotan kekhalifaan dan penghancuran dokumentasi kebudayaan dan ilmu pengetahuan oleh bangsa Mongol. Ibnu Khaldun sebagai muslim yang sadar akan kemerosotan ummat, membuat suatu konsep yang komprehensip dalam Muqaddimah, yang bahkan konsep pembangunannya cukup maju.
Dalam bidang Ekonomi, Islam telah meletakkan kaidah-kaidah umum yang sangat prinsipil, apabila prinsip ini dipahami dan diterapkan dengan sempurna, maka dapat dipastikan akan dapat menyelesaikan permasalahan ekonomi saat ini. Dunia pun akan segera mengetahui bagaimana kesejahteraan masyarakat dapat meningkat, sekaligus meredam kesenjangan dan kecemburuan sosial di lapisan masyarakat, karena  dengan Islam akan ditemukan jalan terdekat menuju kemakmuran (hayat thoyyibah).
            Proses Islamisasi ilmu ekonomi atau penerapan sistem ekonomi Islam untuk bisa keluar dari sistem yang berlaku pada saat ini bukan sebuah pekerjaan yang dapat selesai dalam waktu singkat, apalagi jika kita perhatikan bersama bahwa kebangkitan pemikiran ekonomi Islam baru berlangsung sekitar 40 tahun. Artinya terjadi kekosongan pemikiran yang cukup jauh.
            Komparasi yang bisa kita lakukan, jika ekonomi konvensional diasumsikan sudah terbangun cukup lama, lalu bagaimanakah proses meng-Islamkan sistem ekonomi, sedikit mengingat sejarah, ketika peradaban madani telah terbangun, di sisi lain berlangsung perang berkepanjangan Persia-Romawi. Terjadi pungutan pajak dan tarif yang luar biasa berat untuk pembiayaan perang, sehingga menghambat perdagangan dan pembangunan. Sementara wilayah dibawah pengaturan Islam menjadi pangsa pasar yang luas dan terbuka dengan pajak minimum, perputaran uang yang pesat, tempat penyimpanan barang-barang, kapital, dan interaksi antar manusia yang bebas dan aman. Hal ini bisa terjadi karena konsep ekonomi Islam yang berdasarkan asas keadilan.
            Keberhasilan ekonomi Islam bukanlah fantasi, karena keberhasilan tersebut pernah berjaya dari abad 7 hingga abad 12 atau selama 600 tahun, tentu hal ini mengindikasikan bahwa “hanya” dengan ekonomi Islam akan tercipta suatu kesejahteraan dan peradaban yang gemilang.

Khotimah
Seorang mujahid dan mujaddid Islam abad 20, Hasan Al Banna menyatakan, “Islam adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia juga adalah aqidah dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.”
Islam datang dengan membawa corak pemikiran yang khas, dengan pemikiran itu Islam menghasilkan peradaban yang begitu mulia, peradaban yang begitu mendunia yang mampu mengajak umat manusia menuju cahaya  yang hakiki, yang berbeda sama sekali dengan peradaban yang lainnya. Dengan pemikiran-pemikiran itu pula, Islam mampu melahirkan kumpulan konsepsi kehidupan, serta menjadikan benak para penganutnya dipenuhi dengan corak peradaban tersebut.          
Demikian pula Islam datang  dengan membawa aturan paripurna dan sempurna, yang mampu menyelesaikan  seluruh problem interaksi di dalam  negara dan kehidupan masyarakat, baik masalah pemerintahan itu sendiri, ekonomi, sosial, peradilan, pendidikan maupun politik di dalam maupun luar negeri; baik yang menyangkut interaksi umum antara negara dengan anggota masyarakatnya, atau antara negara dengan negara, maupun negara dengan umat dan bangsa-bangsa lain; dalam keadaan damai maupun perang. Ataupun yang menyangkut interaksi secara khusus antara anggota masyarakat satu dengan yang lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar